Setiap bangsa di dunia memiliki cirri dan adapt kebiyasaan yang disebut kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil karya dan pengetahuan yang dimiliki manusia dan terbentuk atas beberapa unsure. Unsure-unsur tersebut ada yang memberikan sifat khusus atau cirri yang berbeda antara suatu daerah (bangsa) dengan daerah (bangsa) lain.
Menurut Koentjaraningrat (1974) :
“Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari budi dan karyanya.”
Kebutuhan suatu bangsa tidak terpelas dari pengaruh, akibat modernisasi dengan pembangunan disegala bidang juga dapat membawa pengaruh dalam bidang kebudayaan. Hal ini membuat masyarakat di negara-negara berkembang (Indonesia) berada pada masa transisi yang ditandai dengan belum sepenuhnya menerima nilai-nilai baru sedangkan nilai-nilai lama atau tradisional sudah mulai ditinggalkan.
Masuknya budaya asing membuat masyarakat mudah menerima kebudayaan itu tanpa dicerna terlebih dahulu. Tanpa disadari, kebudayaan tradisional yang sudah lama dipegang dan dihayati mulai dipelaskan satu-persatu dan ditelan oleh kebudayaan asing (Kebudayaan Barat).
Setiap orang membicarakan atau membahas tantang peranan, hubungan, pembinaan atau pengembangan kebudayaan daerah nasional di Indonesia, niscaya berangkat dan berpegang pada pasal 32 UUD 1945 dengan Penjelasannya.
Pasal 32 UUD 1945 : “Pemerintah memajukan kebudayaan Indonesia.”
Penjelasannya : “Kebudayaan bangsa adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan aslu terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan yang harus meuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan derajad kemanusiaan bangsa Indonesia.”
Budaya asing lebih mudah mempengaruhi generasi muda. Oleh karena itu, generasi sebagai penerus bangsa berkewajiban menghayati nilai-nilai budaya bangsa. Generasi muda tidak hanya tah, tetapi juga berusaha melestarikan kebudayaan daerahnya dalam hal ini kebudayaan Sunda dari pengaruh kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan daerahnya.
Kesadaran arti budaya tradisional yang ada merupakan dasar bagi perkembangan seni budaya. Masyarakat adalah pendukung kelangsungan hidup seni daerah, sehingga diharapkan mempunyai keinginan memelihara kesenian itu. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, adalah mengarahkan perkembangan kebudayaan dalam suatu wadah yang tepat dan berfungsi secara optimal.
Budaya merupakan salah satu faktor yang penting sebagai penunjang pariwisata karena keunikan dan kebudayaan itu sendiri tidak ada di daerah lain. Adanya usaha dari pemerintah untuk mengkaji dan melestarikan kebudayaan Sunda didasarkan pada peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat tentang pelestarian, pembinaan, dan pengembangan seni dan budaya daerah Jawa Barat.
Menurut Enoch Atmadibrata (dalam Buletin Kawit No. 50/1997) di Jawa Barat terdapat kebudayaan Sunda sebagai budaya asal yang telah bertahan dan berkembang sejak berabad-abad lamanya yang pada aspek keseniannya dengan jelas masih memiliki keutuhan cirri-ciri dasar yang mandiri diseluruh wilayah yang kini bahkan dahulu sebelum dibatasi menjadi sepertiga dari pulau Jawa.
Kebudayaan Sunda merupakan manifestasi gagasan dan pikiran, serta kegiatan baik yang abstrak maupun berbentuk benda yang dilakukan oleh sekelompok manusia yang tinggal didaerah Priangan dan menamakan dirinya orang Sunda. (Ajip Rosidi dalam Depdikbud, 1986)
Bahwa masyarakat sunda memiliki tradisi kesenian dan kebudayaan yang tinggi tidaklah diragukan lagi, dengan adanya bukti-bukti baik dalam bentuk karya-karya maupun karya seni yang bermutu tinggi. Namun adalah juga kenyataan yang susah dipungkiri bahwa masyarakat Sunda, khususnya angkatan mudanya makin lama semakin terasing dan mengasingkan karya-karya leluhurnya. Oleh karena itu yang kreatif diantara angkatan muda itu bila menciptakan sesuatu terpaksa dimulai dari nol atau mulai dari unsure-unsur kesenian asing, sehingga karya-karyanya tidak menjadi bagian dari kesenian Sunda. (Saini KM. dalam Dendikbud 1986).
Pada tahun 2000 terjadi penurunan jumlah wisatawan karena adanya pengaruh krisis moneter dan politik yang semakin para dialami Indonesia terutama wisatawan mancanegara. Selain itu masyarakat kurang terhadap apresiasi seni dan budaya terutama generasi muda. Budaya/tradisi yang dirasakan orang Sunda hanya sebatas waktu dinikahkan saja. Tradisi kebudayaan Sunda dalam kehidupan masyarakat Sunda seperti Longser. Namun sekarang sudah tidak akrab lagi, hal ini mengkin pengaruh globalisasi.
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Kota Bandung, jumlah wisatawan yang datang ke tempat-tempat wisata budaya dari tahun 1999-2000 mengalami penurunan yang drastic dari 103.965 wisatawan (1999) menkadi sekitar 8000 wisatawan (2000). Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk lebih memfokuskan pada wisata seni budaya (Sunda). Baru-baru ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung mencoba mengadakan suatu misi seni budaya Sunda, yaitu pagelaran kesenian khas Sunda yang diadakan pada lapangan terbuka untuk menarik minat masyarakat Sunda agar dapat kembali pada kesundaannya, dan cukup mendapat sambutan dari masyarakat. Dengan demikian upaya pengembangan dan pelestarian kebudayaan Sunda ini dapat diteruskan lebih lanjut.
Bahwa nilai-nilai lihur dari seni dan budaya Sunda harus dijaga dan dilestarikan karena kalau bukan orang Sunda yang melakukan siapa lagi. Ini merupakan tantangan bagi diri sendiri, bahwa masyarakat mencintai seni dan budaya Indonesia tapi bukan hanya dengan ucapan saja melainkan dengan tindakan, kreatifitas, dan perilaku.
Hal ini merupakan kritik terhadap pemerintah, masyarakat, dan diri sendiri karena budaya sendiri telah banyak diabaikan akibat pengaruh dari kebudayaan asing yang dijadikan pegangan oleh masyarakat Indonesia. Sebagai generasi muda, marilah kita lestarikan budaya daerah sendiri jangan mengikuti budaya lain/asing yang belum tentu sesuai dengan daerah sendiri.
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, berusaha mengembangkan potensi daerah masing-masing karena itu, perlu suatu pusat pengembangan dan pelestarian kebudayaan dalam wujud pusat kebudayaan khususnya Pusat Kebudayaan Sunda. Adanya sarana informasi mengenai kebudayaan daerah untuk keperluan akademik/pencarian data tentang kebudayaan Sunda mulai dibutuhkan. Selain itu, tersedianya sarana bagi seniman muda, seniman daerah untuk mengembangkan kesenian dan kebudayaan Sunda.
Bandung merupakan lokasi yang tepat untuk suatu Pusat Kebudayaan Sunda karena Bandung sebagai landmark Kebudayaan Sunda. Bila orang ingat ‘Sunda’maka, orang akan ingat ‘Bandung’. Bandung juga sebagai ibukota propinsi Jawa Barat menjadi pusat segala aktivitas, antara lain pendidikan, perdagangan, ekonomi, dan pemerintahan. Bandung mempunyai potensi wisata yang besar seperti ‘wisata Bandung tempo doeloe’ (motto pariwisata Bandung Tempo Doeloe “Jangan datang ke Bandung, bila kau tinggalkan istrimu di rumah”). Bandung juga memiliki beberapa potensi yaitu, adanya beberapa paguyuban seni tradisional seperti Wayang Golek dan Karawitan, serta memiliki perguruan tinggi yang menjalankan pendidikan di bidang seni seperti ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia) Bandung, STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia), SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) dan ITB Jurusan Seni Rupa dan Desain.
Pengembangan dan pelestarian kebudayaan Sunda dalam mewujudkan pengembangan pariwisata di Bandung ditujukan untuk lebih mengenal tentang kebudayaan Sunda. Adanya pusat kebudayaan Sunda ini menjadi wadah pengkajian nilai-nilai kebudayaan Sunda untuk promosi, pelestarian, penelitian, dan edukasi dari kebudayaan Sunda yang ada.
Adanya Pusat Kebudayaan Sunda dapat membina apresiasi generasi muda dalam seni dan budaya Sunda misalnya dengan menonton pertunjukan kesenian yang bersifat mendidik, mendidik budi pekerti, membina unsure-unsur keteladanan, sehingga diharapkan dapat memiliki tradisi yang kuat terhadap kesundaannya.
Pusat Kebudayaan Sunda yang direncanakan berlokasi di Bandung ini mendapat pengaruh dari arsitektur local yaitu, Arsitektur Tradisional Sunda. Sebagai penekanan desain pada bangunan menggunakan Transformasi Arsitektur Tradisional Sunda, sehingga membuat tampilan bangunan lebih representatif tanpa menghilangkan sifat khas Arsitektur Tradisional Sunda atau nilai-nilai budaya Sunda. Misalkan, bentuk atap menggunakan Julang Ngapak, bentuk ini sudah banyak diterapkan pada bangunan-bangunan di Bandung. Dengan demikian, Pusat Kebudayaan Sunda yang direncakan tetap mewakili dari Arsitektur Tradisional Sunda.
Dari uraian tersebut diatas, dibutuhkan adanya Pusat Kebudayaan Sunda di Bandung yang ditujukan untuk mewadahi semua kegiatan pengembangan, promosi, penelitian, dan pelestarian terhadap kebudayaan Sunda. Pusat Kebudayaan Sunda ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan yang menggunakan persyaratan standar-standar yang ditentukan. Perencanaan dan perancangan ini menggunakan penekanan desain Transformasi Arsitektur Tradisional Sunda untuk tampilan bangunan, sehingga diharapkan kebudayaan Sunda ini akan semakin memperkuat kota Bandung dalam penyediaan obyek pariwisata yang bersifat informasi dan pendidikan (rekreasi budaya). Adanya Pusat Kebudayaan Sunda diharapkan nanti orang Sunda dapat kembali pada Kesundaannya.
B. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dari pembahasan dalam Landasan Program perencanaan dan Perancangan Arsitektur ini adalah untuk menggali, mengumpulkan serta mengidentifikasikan permasalahan yang ada. Perumusan permasalahan tersebut untuk memperoleh solusi yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan Pusat Kebudayaan Sunda di Bandung.
Sasaran yang ingin dicapai dari pembahasan ini adalah tersusunnya suatu landasan program perencanaan dan perancangan Pusat Kebudayaan Sunda di Bandung.
C. MANFAAT
1. Secara Subyektif
Sebagai mahasiswa arsitektur diharapkan dapat menjadi masukan dan pengalaman dalam mengenali permasalahan yang mungki ada di lapangan, sehingga dapat memperoleh alternatif-alternatif pemecahan masalah baik secara arsitektural maupun kontektual dalam merencanakan dan merancang suatu obyek desain.
2. Secara Obyektif
Diharapkan dapat dihasilkan suatu Landasan Program Perencanaan dan Perancangan yang dapat digunakan dalam merencanakan suatu Pusat Kebudayaan Sunda di Bandung sebagai wisata budaya yang bersifat informasi dan pendidikan.
D. LINGKUP PEMBAHASAN
1. Lingkup Substansial
Lingkup pembahasan dibatasi pada masalah-masalah yang berkaitan dengan perwujudan fisik Pusat Kebudayaan Sunda dengan penekanan pembahasan lebih mengarah pada pemikiran-pemikiran arsitektur dan berkaitan dengan masalah perencanaan dan perancangan bangunan.
Hal-hal yang berada diluar disiplin arsitektur yang mempengaruhi, melatarbelakangi, menentukan atau melandasi pada faktor-faktor perancangan akan dibatasi, dipertimbangkan atau diasumsikan.
2. Lingkup Spasial
Perencanaan dan perancangan Pusat Kebudayaan Sunda di Bandung mengambil lokasi yang sesuai dengan rutrk Kodia Bandung tahun 2005. Dasar dan arahan penggunaan tanah di Kodia Bandung mempertimbangkan atas keadaan fiik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat kotanya agar tercapai suatu keseimbangan penggunaan ruang yang harmonis dan wajar. Alternatif lokasi tersebut berada di kawasan Dago (wilayah Cibeunying), Braga (wilayah Cibeunying) dan Sukajadi (wilayah Bojonagara).
E. METODE PEMBAHASAN
1. Tahap Pengumpulan Data
Data-data diperoleh melalui observasi lapangan, foto, dan gambar-gambar yang berkaitan dengan Pusat Kebudayaan Sunda. Wawancara langsung kepada nara sumber yang dilakukan untuk mengetahui mengenai data, masalah dan potensi yang dimiliki kawasan studi, serta data diperoleh dari studi literatur dan studi banding dengan obyek sejenis.
2. Tahap Analisa
Data yang diperoleh dianalisa kemudian menggali potensi dan masalah yang ada serta mencari keterkaitan antar masalah yang ada untuk memperoleh gambaran sebab permasalahan itu terjadi. Tahap analisa ini berdasarkan pada landasan teoritis dan tinjauan Pusat Kebudayaan Sunda.
3. Tahap Sintesa
Tahap ini adalah kelanjutan dari analitis merupakan upaya pemecahan permasalahan yang dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek. Peraturan pemerintah yang berlaku dan potensi yang ada serta faktor-faktor yang berpengaruh diolah dengan baik sehingga dapat diperoleh elternatif pemecahan masalah berupa Landasan Program Perencanaan dan Perancangan.
F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sistematika pembahasan dalam Landasan Program Perencanaan dan perancangan Arsitektur (LP3A) ini sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Membahas mengenai latar belakang permasalahan, tujuan dan sasaran pembahasan, manfaat, lingkup pembahasan, metode pembahasan, dan sistekatika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSAT KEBUDAYAAN SUNDA
Membahas tentang pengertian Pusat Kebudayaan Sunda, tinjauan Pusat Kebudayaan Sunda, meliputi aspek yang ada didalamnya termasuk kegiatan maupun struktur organisasi. Membicarakan tentang masalah Kebudayaan Sunda.
BAB III TINJAUAN PUSAT KEBUDAYAAN SUNDA DI BANDUNG DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL SUNDA
Membahas tentang tinjauan kota Bandung, meliputi potensi, tata guna lahan, kondisi fisik dan fungsi kota Bandung. Membicarakan tentang studi perbandingan pada Gedung Rumentang Siang di Bandung dan Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung. Selain itu juga membahas mengenai arsitektur tradisional Sunda.
BAB IV KESIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN
Berisi kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya, batasan dan anggapan yang digunakan untuk memudahkan dan memperjelas dalam perencanaan dan perancangan suatu pusat kebudayaan.
BAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT KEBUDAYAAN SUNDA DI BANDUNG
Membahas mengenai dasar-dasar analisa sebagai dasar pendekatan terhadap aspek manusia, aspek ruang/bangunan dan aspek lingkungan.
BAB VI KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERACANGAN ARSITEKTUR
Menguraikan tentang konsep dan program ruang dasar perancangan yang akan digunakan dalam perancangan fisik.
0 comments:
Post a Comment